Jakarta, incaresidence.co.id – Setiap orang punya alasan berbeda saat memilih tempat tinggal. Ada yang mencari suasana tenang, ada yang menimbang fasilitas, ada pula yang fokus pada harga. Namun, satu faktor yang kini semakin dominan adalah akses transportasi publik.
Coba bayangkan skenario sederhana: dua keluarga membeli rumah di komplek berbeda. Keluarga A tinggal di perumahan yang jauh dari halte bus atau stasiun kereta. Setiap hari, mereka harus berkendara lebih dari satu jam hanya untuk mencapai pusat kota. Sementara keluarga B tinggal di komplek yang hanya berjarak lima menit dari stasiun KRL. Biaya transportasi lebih hemat, waktu tempuh lebih singkat, dan kualitas hidup pun terasa lebih baik.
Inilah alasan mengapa akses transportasi publik kini dianggap “nyawa” dari sebuah hunian. Bahkan, sejumlah developer besar di Indonesia menjadikan faktor ini sebagai daya jual utama. Properti yang dekat dengan stasiun MRT, LRT, atau halte TransJakarta biasanya laku lebih cepat, meski harganya relatif lebih tinggi.
Seorang agen properti di Jakarta pernah berkata, “Kalau rumah atau apartemen punya akses transportasi publik yang mudah, jualnya gampang. Itu ibarat garansi kenyamanan untuk pembeli.” Kalimat itu mungkin terdengar sederhana, tetapi punya kebenaran yang sulit dibantah.
Perumahan dan Apartemen di Era Transit Oriented Development (TOD)
Istilah Transit Oriented Development (TOD) semakin populer di Indonesia, terutama sejak hadirnya MRT Jakarta dan LRT Jabodebek. Konsep ini menekankan pembangunan hunian, kantor, dan fasilitas publik di sekitar simpul transportasi. Tujuannya jelas: memudahkan mobilitas masyarakat sekaligus mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi.
Hunian berbasis TOD tidak hanya menawarkan lokasi strategis, tapi juga gaya hidup baru. Bayangkan tinggal di apartemen yang langsung terhubung ke stasiun MRT. Penghuni bisa turun ke bawah gedung, naik kereta, dan dalam 20 menit sudah sampai di kawasan Sudirman. Tanpa perlu pusing mencari parkir, tanpa stres menghadapi macet.
Beberapa kota di Indonesia sudah mulai menerapkan konsep ini:
-
Jakarta: Apartemen di sekitar MRT Lebak Bulus hingga Bundaran HI.
-
Depok dan Bekasi: Perumahan baru dekat stasiun KRL jadi incaran keluarga muda.
-
Palembang: LRT yang dibangun untuk Asian Games kini jadi nilai tambah bagi komplek hunian di sekitarnya.
Kisah menarik datang dari seorang karyawan muda di Jakarta Selatan. Ia memilih apartemen kecil di dekat stasiun MRT, meski harganya lebih mahal dibanding apartemen serupa yang jauh dari akses transportasi. Alasannya sederhana: “Setiap hari saya bisa hemat waktu 2 jam perjalanan. Itu setara tambahan waktu istirahat atau bisa dipakai olahraga.”
Dampak Akses Transportasi Publik terhadap Nilai Properti
Salah satu alasan mengapa akses transportasi publik begitu diperhitungkan adalah pengaruhnya terhadap nilai properti. Riset internasional maupun lokal menunjukkan, hunian yang dekat dengan simpul transportasi punya nilai jual lebih tinggi dan cenderung stabil dalam jangka panjang.
Ada tiga dampak nyata yang bisa diamati:
-
Kenaikan Harga Properti
Rumah atau apartemen yang berlokasi dekat stasiun MRT, KRL, atau halte busway biasanya mengalami kenaikan harga lebih cepat dibanding yang jauh dari transportasi publik. -
Tingkat Hunian Tinggi
Apartemen dengan akses transportasi mudah cenderung punya tingkat hunian (occupancy rate) tinggi. Cocok untuk investor yang membeli properti untuk disewakan. -
Likuiditas Pasar
Properti yang dekat dengan transportasi publik lebih mudah dijual kembali. Calon pembeli merasa lebih yakin karena mobilitas sudah terjamin.
Seorang analis properti di sebuah media nasional menyebutkan, “Harga tanah di radius 500 meter dari simpul transportasi biasanya naik 10–20% lebih cepat dibanding area lain.” Fakta ini membuktikan bahwa akses transportasi bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga instrumen investasi.
Tantangan dan Kesenjangan Akses di Indonesia
Meski banyak keuntungan, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa akses transportasi publik di Indonesia masih belum merata. Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung mulai membangun infrastruktur modern, tetapi daerah pinggiran masih menghadapi keterbatasan.
Beberapa tantangan yang muncul antara lain:
-
Ketimpangan Infrastruktur: Hanya kawasan tertentu yang punya akses langsung ke transportasi publik modern.
-
Biaya Hunian: Properti di sekitar simpul transportasi harganya melonjak, membuat masyarakat kelas menengah ke bawah kesulitan menjangkaunya.
-
Integrasi Transportasi: Meski ada MRT, KRL, atau LRT, belum semua sistem terintegrasi dengan baik. Masih ada jeda panjang antar moda transportasi.
-
Kualitas Lingkungan: Beberapa stasiun dikelilingi kawasan padat dan macet, sehingga mengurangi kenyamanan meski akses transportasi tersedia.
Kisah nyata datang dari seorang pekerja di Bekasi. Ia membeli rumah dengan harga terjangkau, tetapi jaraknya 7 km dari stasiun KRL terdekat. Setiap pagi ia harus naik ojek online, yang biayanya hampir sama dengan tiket kereta. “Kalau ditotal, pengeluaran transportasi jadi tinggi. Rasanya penghematan dari rumah murah itu hilang juga,” katanya.
Masa Depan Hunian dan Transportasi Publik di Indonesia
Tren global menunjukkan arah masa depan hunian adalah keterhubungan dengan transportasi publik. Pemerintah Indonesia pun sudah menyiapkan sejumlah proyek untuk memperkuat integrasi transportasi.
Beberapa langkah penting yang sedang dan akan berjalan:
-
Pengembangan LRT Jabodebek untuk menghubungkan kawasan Bekasi, Cawang, hingga Dukuh Atas.
-
Perluasan MRT Jakarta fase 2 menuju Kota dan fase 3 hingga Bekasi.
-
Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang diharapkan mendorong tumbuhnya perumahan baru di koridor Purwakarta–Padalarang.
-
Konsep TOD di sekitar stasiun besar seperti Manggarai, Dukuh Atas, dan Halim.
Bagi generasi milenial dan Gen Z, akses transportasi publik bukan lagi opsi tambahan, melainkan faktor utama. Mereka lebih memilih apartemen studio kecil di pusat kota dengan akses MRT, daripada rumah besar di pinggiran yang sulit dijangkau.
Seorang pengamat urban lifestyle menyebut fenomena ini sebagai “pergeseran paradigma hunian”. Menurutnya, generasi baru tidak hanya membeli rumah untuk tempat tinggal, tetapi juga untuk efisiensi hidup.
Penutup
Akses transportasi publik kini menjadi kunci dalam menentukan kenyamanan dan nilai sebuah hunian. Dari apartemen di pusat kota hingga perumahan di pinggiran, faktor ini tidak bisa diabaikan lagi.
Hunian yang dekat dengan MRT, KRL, atau halte busway bukan sekadar soal gaya hidup modern. Ia adalah investasi waktu, uang, dan kualitas hidup. Bagi sebagian orang, punya akses transportasi publik adalah cara untuk meraih keseimbangan antara karier, keluarga, dan kesehatan mental.
Di masa depan, perumahan dan komplek hunian di Indonesia akan semakin menyesuaikan diri dengan tren ini. Karena pada akhirnya, rumah bukan hanya tempat pulang—tapi juga titik awal perjalanan setiap hari.
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Seputar Residence
Baca Juga Artikel Dari: Keamanan Perumahan: Fondasi Hidup Nyaman di Modernitas