Jakarta, incaresidence.co.id – Pernah dengar kisah tentang keluarga yang harus kehilangan rumah karena ternyata sertifikat mereka bodong? Sayangnya, cerita semacam ini bukan hanya legenda urban. Legalitas sertifikat rumah adalah fondasi utama dari rasa aman tinggal di suatu properti. Bukan hanya dari segi hukum, tapi juga dari sisi finansial dan masa depan.
Kalau kita pikir, rumah bukan hanya tempat tinggal, tapi juga bentuk investasi jangka panjang. Dan, apa gunanya punya investasi kalau statusnya tidak jelas? Sertifikat yang legal jadi bukti sah kepemilikan, yang bisa kamu gunakan untuk menjual, menggadaikan, atau mewariskan properti tersebut. Tanpa itu? Kamu hanya penyewa diam-diam di tanah sendiri.
Legalitas sertifikat juga menentukan apakah rumahmu bisa diikutsertakan dalam program pemerintah, seperti KPR subsidi atau revitalisasi kawasan. Bahkan saat kamu ingin renovasi besar, kadang IMB atau PBG bisa tertolak hanya karena status sertifikat masih “abu-abu”.
Jenis-Jenis Sertifikat Properti yang Berlaku di Indonesia
Dalam praktiknya, banyak orang masih bingung membedakan berbagai jenis sertifikat yang beredar. Padahal, tiap sertifikat punya arti dan kekuatan hukum berbeda.
1. Sertifikat Hak Milik (SHM)
Ini adalah jenis sertifikat tertinggi. Kalau kamu punya SHM, berarti kamu adalah pemilik sah atas tanah dan bangunan tanpa batas waktu. Cocok buat tempat tinggal permanen atau investasi jangka panjang.
2. Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB)
Jenis ini umum dipakai oleh pengembang. Pemilik hanya punya hak membangun dan menggunakan tanah tersebut selama 20 hingga 30 tahun (dapat diperpanjang). Banyak rumah subsidi dan apartemen menggunakan HGB.
3. Sertifikat Hak Pakai
Biasanya digunakan untuk properti milik negara atau untuk warga negara asing. Jangka waktunya terbatas dan harus ada izin resmi.
4. Sertifikat Hak Sewa
Digunakan untuk menyewakan lahan dalam jangka panjang. Sifatnya terbatas dan tidak bisa diwariskan seperti SHM.
Banyak kasus sengketa terjadi karena orang membeli rumah yang hanya punya Akta Jual Beli (AJB) tapi tidak dilanjutkan menjadi SHM. Padahal, AJB hanyalah bukti transaksi, bukan bukti kepemilikan final.
Proses Mendapatkan Sertifikat Resmi—Apa Saja Tahapannya?
Mengurus sertifikat legal memang bukan perkara satu-dua hari. Tapi selama kamu tahu prosesnya, semuanya bisa dilalui dengan tertib.
1: Pemeriksaan Status Lahan
Cek dulu status tanah di kantor pertanahan atau melalui aplikasi resmi BPN. Pastikan tidak ada sengketa atau tumpang tindih.
2: Akta Jual Beli di Hadapan PPAT
Setelah transaksi dengan pemilik sebelumnya, kamu wajib datang ke Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat AJB.
3: Pembayaran Pajak dan Bea
Pihak penjual dan pembeli wajib melunasi BPHTB dan PPh Final sebagai syarat legalitas transaksi.
4: Pendaftaran ke Kantor Pertanahan
Berbekal AJB, kamu bisa ajukan permohonan balik nama sertifikat ke BPN.
5: Terbitnya Sertifikat
Kalau semua dokumen lengkap dan valid, BPN akan menerbitkan sertifikat resmi atas nama kamu.
Satu hal yang sering disepelekan adalah menyimpan kuitansi dan dokumen asli. Padahal ini krusial, karena sewaktu-waktu bisa diminta saat sertifikat hilang atau rusak.
Risiko Jika Legalitas Sertifikat Tidak Jelas
Ada kalanya masyarakat merasa “aman-aman saja” meski belum punya sertifikat. Tapi risiko yang mengintai tidak bisa dianggap remeh. Berikut beberapa skenario mengerikan yang bisa terjadi:
-
Digusur karena lahan bersengketa
Banyak kasus orang harus angkat kaki karena ternyata tanah yang mereka beli sebelumnya milik negara atau milik orang lain yang belum dibayar lunas. -
Properti tidak bisa diwariskan secara sah
Tanpa sertifikat atas nama sendiri, ahli waris bisa kehilangan haknya saat proses pewarisan. -
Tidak bisa dijual atau diagunkan
Bank dan lembaga keuangan tidak akan menerima properti tanpa legalitas kuat sebagai jaminan pinjaman. -
Sulit ikut program pemerintah
Misalnya, sertifikasi tanah gratis atau peremajaan kawasan hanya bisa diakses oleh pemilik SHM resmi.
Ada kisah dari seorang warga di Bekasi yang baru sadar setelah 15 tahun tinggal, rumahnya ternyata berdiri di lahan dengan status hak pakai milik kementerian. Saat ada relokasi, mereka tidak dapat kompensasi apa pun karena sertifikat tidak sah.
Tips Mengamankan Legalitas Sertifikat Properti
Supaya kamu tidak jadi korban berikutnya, berikut beberapa tips penting:
-
Beli properti dari developer terpercaya
Cek apakah pengembang punya track record baik dan memiliki izin lokasi resmi. -
Gunakan jasa notaris dan PPAT berlisensi
Jangan hanya mengandalkan template akta jual beli. Selalu proses melalui pejabat resmi. -
Simpan semua dokumen transaksi dengan rapi
Mulai dari kuitansi, bukti transfer, salinan AJB, hingga peta bidang. -
Segera urus balik nama
Jangan menunda proses sertifikasi. Semakin lama, semakin berisiko. -
Lakukan pengecekan rutin melalui BPN digital
Sekarang kamu bisa cek status sertifikat lewat aplikasi resmi. Gunakan fasilitas ini. -
Jangan percaya pada “sertifikat cepat” tanpa proses hukum
Banyak calo menawarkan layanan kilat yang ujung-ujungnya justru membuatmu terjebak.
Penutup: Legalitas Sertifikat adalah Kunci Hidup Tenang
Legalitas sertifikat bukan sekadar formalitas atau syarat administrasi. Ini adalah fondasi bagi ketenangan hidup jangka panjang, baik sebagai pemilik rumah maupun investor properti. Dengan sertifikat yang sah, kamu bisa tidur nyenyak tanpa takut ada yang tiba-tiba mengklaim tanahmu.
Jika kamu sedang mempertimbangkan membeli rumah, jangan hanya lihat desain fasad atau lokasi strategis. Tanyakan juga status legalitas, jenis sertifikat, dan siapa pemilik sah sebelumnya. Karena ketika rumah menjadi lebih dari sekadar tempat tinggal—yakni menjadi aset dan warisan masa depan—maka legalitas tak bisa ditawar.
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Seputar Residence
Baca Juga Artikel Dari: Shower Set Modern: Solusi Praktis dan Estetis untuk Kamar Mandi Masa Kini
Kunjungi Website Resmi: https://royaldomino.app/