Jakarta, incaresidence.co.id – Ketika kebanyakan orang sekarang jatuh hati pada interior minimalis serba monokrom atau gaya Japandi yang clean dan tenang, ada satu gaya desain rumah yang kembali mencuri perhatian—terutama di kalangan mereka yang rindu kehangatan, keunikan, dan nostalgia: Shabby Chic.
Istilah ini mungkin terdengar asing buat sebagian Gen Z atau bahkan milenial yang baru mulai mendekor rumah pertamanya. Tapi sebenarnya, shabby chic sudah populer sejak akhir 80-an dan awal 90-an. Ia menggabungkan estetika vintage yang “terpakai” (shabby) dengan elemen feminin yang tetap terlihat chic dan lembut.
Bayangkan sofa usang bermotif bunga pastel, lemari kayu tua yang dicat ulang warna putih susu, dan hiasan renda di meja kecil sudut ruang tamu. Terdengar seperti rumah nenek? Bisa jadi. Tapi justru di situlah pesonanya.
Waktu saya mampir ke rumah Laila, teman SMA yang kini tinggal di Bogor, saya langsung merasa seperti masuk ke Pinterest board bertema “cottage dream meets rustic love story”. Sofa linen putih pudar, bantal bordir bunga, dan pajangan porselen klasik. Semuanya tampak lapuk tapi… menyenangkan.
“Awalnya aku cuma iseng beli lemari bekas dan repaint sendiri,” katanya. “Eh lama-lama keterusan. Rumah sekarang malah jadi kayak escape dari dunia yang serba cepat.”
Shabby chic bukan sekadar gaya dekorasi. Ia adalah pernyataan tentang kenyamanan, keaslian, dan nilai dari sesuatu yang telah berumur.
Ciri Khas Gaya Shabby Chic—Dari Warna Sampai Material
Untuk memahami shabby chic, kita perlu membongkar elemen-elemen khasnya. Apa yang bikin sebuah ruang disebut shabby chic dan bukan cuma vintage atau rustic?
1. Palet Warna Lembut dan Pudar
Shabby chic sangat lekat dengan warna pastel yang kalem: putih gading, pink muda, biru telur asin, hijau mint, lavender. Tapi bukan warna-warna cerah seperti mainan anak, melainkan yang tampak seperti sudah memudar oleh waktu. Pucat tapi hangat.
2. Furniture Antik atau Bergaya Antik
Furniture dalam shabby chic tidak harus baru—malah makin ‘usang’ makin baik. Kursi kayu dengan cat mengelupas, lemari tua yang dicat ulang, atau meja kopi dengan kaki bergelombang. Semua ini memberikan kesan lived-in yang otentik.
Kalau tidak punya warisan keluarga atau akses ke barang antik, jangan khawatir. Banyak toko furniture lokal dan UMKM yang kini memproduksi barang baru dengan teknik distressing agar terlihat seperti barang lama.
3. Material Natural dan Sentuhan Tekstil
Kain linen, katun tipis, renda, crochet, atau bahkan tulle bisa ditemukan di sofa, tirai, taplak meja, hingga bantal dekorasi. Semuanya menguatkan kesan feminin dan lembut.
4. Motif Floral dan Detail Romantis
Motif bunga, burung, kupu-kupu, atau bahkan motif toile ala Perancis sering digunakan, terutama pada wallpaper, kain gorden, atau bedding. Detail seperti renda, pita, dan ukiran bunga juga sering muncul.
5. Mix and Match Bukan Masalah
Gaya ini justru mengundangmu untuk mencampur barang. Sofa putih modern bisa duduk manis di sebelah lemari tua, asal warnanya serasi dan mood-nya konsisten. Ini yang bikin shabby chic sangat personal.
Cara Menerapkan Gaya Shabby Chic di Rumah—Dari Kamar Tidur ke Ruang Makan
Tidak perlu tinggal di rumah vila di pegunungan atau punya interior luas untuk menerapkan shabby chic. Bahkan kamar kos pun bisa ‘disentuh’ gaya ini asal tahu caranya.
1. Mulai dari Sudut Kecil
Pilih satu area kecil, misalnya meja belajar, pojok baca, atau nakas di samping tempat tidur. Tambahkan elemen kunci: vas bunga kering, taplak renda, dan lampu meja berbentuk klasik. Lihat bagaimana mood ruangan langsung berubah.
2. Furniture Second-Hand Adalah Harta Karun
Kunjungi pasar barang bekas, flea market, atau marketplace online. Cari meja kecil atau rak buku tua. Jangan takut kalau ada lecet—itu bagian dari estetikanya. Sedikit cat putih atau hijau pastel bisa membuatnya tampil shabby-chic-ready.
3. Mainkan Layer Kain
Tumpuk taplak meja katun dengan renda di atasnya. Tambahkan throw blanket bermotif bunga di sofa. Gunakan seprai linen berpola lembut di kamar tidur. Ini bukan soal fungsionalitas saja, tapi layering juga menambah tekstur visual.
4. DIY (Do It Yourself) itu Nilai Tambah
Buat sendiri pajangan dinding dari bingkai tua dan potongan kain floral. Atau kreasikan toples kaca bekas jadi tempat lilin. Gaya shabby chic sangat mendukung personal touch dan kreasi tangan sendiri.
5. Gunakan Pencahayaan yang Hangat
Lampu kuning redup jauh lebih cocok dibanding lampu putih terang. Bisa pakai lampu meja ala vintage, lilin, atau lampu hias kecil. Pencahayaan ini bikin suasana ruangan makin lembut dan nyaman.
Mengapa Shabby Chic Cocok untuk Generasi Sekarang?
Mungkin kamu bertanya-tanya, kenapa gaya yang terkesan “kuno” ini justru menarik perhatian generasi muda yang tech-savvy dan urban?
Jawabannya bisa jadi: karena kita jenuh dengan kesempurnaan digital.
Di era di mana semuanya serba simetris, presisi, dan clean seperti template Instagram, shabby chic menawarkan ruang untuk ketidaksempurnaan. Barang boleh retak, warna boleh pudar, tapi justru itulah yang membuat ruangan terasa hangat dan manusiawi.
Gaya ini juga sangat mendukung gaya hidup sustainable. Barang lama didaur ulang, dekorasi banyak yang handmade, dan tidak terpaku pada belanja barang baru terus-menerus.
Almira, pemilik brand home décor berbasis Jogja, bilang ke saya, “Banyak pelanggan Gen Z yang justru tertarik shabby chic karena bisa bereksperimen. Mereka suka karena bisa ‘menyembuhkan’ ruang pribadi jadi lebih soulful.”
Dan memang, shabby chic bisa menjadi ruang healing. Bayangkan pulang ke rumah setelah kerja atau kuliah seharian, lalu disambut ruangan dengan aroma lavender, kursi empuk dengan bantal bunga-bunga, dan musik lembut mengalun… siapa yang tidak ingin tinggal di ruang seperti itu?
Inspirasi Nyata dan Kombinasi Gaya yang Bisa Dicoba
Menariknya, shabby chic sangat fleksibel dan bisa dikombinasikan dengan gaya interior lain. Beberapa kombinasi populer antara lain:
1. Shabby Chic x Bohemian
Campurkan elemen boho seperti karpet etnik, macramé, dan tanaman indoor dengan furnitur putih usang. Hasilnya? Romantis tapi bebas, kalem tapi artistik.
2. Shabby Chic x Skandinavian
Kalau kamu takut ruangan jadi terlalu penuh, padukan konsep shabby dengan dasar Skandinavia. Gunakan warna putih dominan, tambahkan 1-2 furnitur vintage, dan biarkan cahaya alami masuk. Simpel tapi penuh karakter.
3. Shabby Chic x Farmhouse
Gaya farmhouse dan shabby chic punya akar yang mirip. Tambahkan elemen rustic seperti kayu kasar, keranjang rotan, dan meja makan panjang. Cocok untuk rumah keluarga.
Di beberapa hunian real di Jakarta dan Bandung, saya pernah lihat pemilik rumah muda usia 30-an menggunakan gaya ini di ruang makan. Meja besar kayu putih dengan kursi mismatched, taplak bordir, dan lampu gantung kristal kecil. Kombinasi itu menciptakan ruang yang terasa ‘dihuni’—bukan showroom yang kaku.
Kalau kamu suka eksplorasi, coba mulai dari Pinterest atau Instagram, cukup ketik “shabby chic bedroom”, dan kamu akan tenggelam dalam ribuan ide yang bisa ditiru dengan anggaran minimal.
Kesimpulan: Shabby Chic Bukan Sekadar Gaya, Tapi Cara Menyusun Kehangatan
Di tengah desain modern yang dingin dan futuristik, shabby chic mengajak kita untuk berdamai dengan ketidaksempurnaan dan merayakan kehangatan ruang pribadi.
Ia bukan hanya soal dekorasi. Tapi juga soal bagaimana kita ingin merasa saat berada di rumah. Nyaman, tenang, dan… diterima.
Kalau kamu sedang merasa hidup terlalu cepat, terlalu tajam, atau terlalu penuh ekspektasi, mungkin sudah saatnya melirik kembali gaya yang satu ini. Ambil satu kursi tua, beri cat putih, taruh di pojok, dan biarkan shabby chic mulai bekerja.
Baca Juga Artikel dari: Ruang Makan Minimalis: Bikin Ruang Sempit Jadi Cozy & Estetik
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Seputar Residence