Beberapa tahun lalu, aku sempat tinggal di kota kecil di mana ruang publik hanya berarti “lahan terbuka” tanpa makna. Ada taman, ada bangku, tapi jarang orang betah duduk lebih dari lima menit. Panas, sepi, gersang. Lalu aku pindah ke kota yang lebih besar, dan langsung sadar bahwa ruang publik bisa menjadi jantung kehidupan kota—kalau ditata dengan baik.
Waktu pertama kali main ke taman kota di Singapura, aku langsung terpukau. Jalur pedestrian lebar, rindang, tersedia kursi di bawah pohon besar, ada playground, air mancur interaktif, bahkan wifi gratis. Orang tua, anak-anak, pekerja kantoran, hingga pelancong semua nyaman berbagi ruang.
Sejak saat itu, aku makin tertarik mempelajari peran arsitektur dan desain dalam membentuk ruang publik yang ramah dan fungsional. Karena ternyata, desain bukan sekadar tampilan estetika—tapi alat ampuh yang bisa menciptakan interaksi sosial, mempererat komunitas, bahkan meningkatkan kesehatan mental masyarakat.
Apa Itu Ruang Publik dan Kenapa Kita Perlu Memperjuangkannya?
Ruang publik adalah area yang terbuka dan dapat diakses siapa saja tanpa syarat—baik itu taman, plaza, trotoar, stasiun, pasar, hingga alun-alun. Fungsi utamanya adalah tempat berkumpul, bersosialisasi, berekreasi, dan beraktivitas bersama.
Sayangnya, banyak kota di Indonesia masih menganggap ruang publik sebagai “sisa” dari proyek besar. Akibatnya, kita punya banyak ruang yang tidak nyaman: panas, keras, minim pohon, rawan kriminalitas, atau malah jadi tempat parkir liar.
Padahal, kota dengan ruang publik yang baik akan menghasilkan masyarakat yang lebih sehat secara fisik, emosional, dan sosial.
Peran Arsitektur: Lebih dari Sekadar Bentuk Bangunan
Sebagai seseorang yang terjun dalam dunia desain dan arsitektur seputar residence, aku menyadari bahwa ruang publik yang berhasil hampir selalu memiliki campur tangan desain yang matang. Bukan hanya tentang tampilan “Instagramable”, tapi tentang bagaimana ruang bisa merangkul penggunanya.
Desain yang baik mempertimbangkan:
-
Siapa yang akan memakai ruang tersebut
-
Kapan waktu penggunaannya paling tinggi
-
Apa kebutuhan dan kebiasaan lokal
-
Faktor cuaca, iklim, hingga arah angin
-
Aspek keamanan, inklusivitas, dan keberlanjutan
Kita bicara tentang arsitektur sosial, bukan sekadar arsitektur fisik.
Menurut UN-Habitat, ruang publik yang dirancang baik mendukung demokrasi, inklusi sosial, dan aksesibilitas untuk semua kelompok masyarakat. Termasuk anak-anak, lansia, penyandang disabilitas, dan mereka yang tinggal di pinggiran kota.
Elemen Arsitektur Penting dalam Ruang Publik
Dari berbagai proyek yang pernah aku tangani dan kunjungi, ada beberapa elemen desain yang menurutku selalu jadi penentu keberhasilan ruang publik:
1. Kanopi atau Pohon Rindang
Indonesia panas. Titik. Maka ruang publik tanpa peneduh sama saja dengan membangun oven luar ruang. Aku pernah duduk di taman yang bagus secara desain, tapi semua kursinya langsung terpapar matahari. Lima menit duduk, langsung pindah.
Solusi: tanam pohon rindang, buat kanopi atau pergola. Desain naungan harus memperhitungkan jalur matahari. Jangan cuma estetika, tapi juga fungsi.
2. Tempat Duduk yang Nyaman
Bangku taman bukan hanya pemanis. Ia adalah undangan untuk tinggal. Tapi sering kali kita menemukan bangku beton keras, atau terlalu panas karena logamnya langsung kena matahari.
Desain bangku harus ergonomis, punya sandaran, dan ditempatkan di lokasi dengan pemandangan menarik. Variasi tinggi juga penting untuk lansia atau anak-anak.
3. Sirkulasi Jalur yang Terhubung
Trotoar dan jalur pedestrian harus mengalir alami, menghubungkan satu titik ke titik lain dengan nyaman. Bukan hanya soal paving block, tapi juga kemiringan, tekstur, lebar, dan aksesibilitas untuk pengguna kursi roda atau stroller bayi.
Desain yang inklusif tidak membeda-bedakan siapa yang bisa masuk atau merasa diterima di ruang itu.
4. Pencahayaan dan Keamanan
Ruang publik yang baik tidak berhenti berfungsi saat malam. Maka pencahayaan menjadi kunci. Gunakan lampu taman yang ramah mata, tidak silau, tapi cukup terang untuk melihat wajah orang di sekitar.
Penerangan yang baik juga mendukung rasa aman, terutama bagi perempuan dan anak-anak. Tidak kalah penting: perencanaan tata letak yang mencegah area gelap atau sudut mati.
5. Area Bermain dan Interaktif
Aku selalu kagum kalau melihat playground yang dirancang kreatif. Bukan cuma jungkat-jungkit dan perosotan plastik, tapi juga elemen alam seperti pasir, batu, air, dan kayu.
Area bermain harus mendorong anak mengeksplorasi. Dan menariknya, saat anak bermain, orang tua akan ikut hadir. Artinya, playground bisa jadi titik interaksi antar keluarga.
6. Visual yang Mengundang
Desain arsitektur harus menciptakan “sense of place”—kesan khas yang membuat orang ingin berlama-lama. Bisa lewat mural, pencahayaan artistik, pemilihan material lokal, atau elemen air seperti kolam dan air mancur.
Estetika juga penting. Tapi bukan estetika yang mewah dan eksklusif, melainkan yang ramah dan mengundang interaksi.
Studi Kasus: Ruang Publik yang Sukses di Indonesia
Meskipun masih banyak PR, beberapa kota di Indonesia sudah mulai membuktikan bahwa ruang publik bisa ditata lebih baik.
1. Taman Fatahillah, Jakarta
Renovasi kawasan Kota Tua membuat ruang ini berubah total. Trotoar lebar, jalur sepeda, bangku rindang, dan banyak spot sejarah. Kombinasi sempurna antara pelestarian budaya dan fasilitas modern.
2. Taman Balai Kota Bandung
Desainnya sederhana, tapi punya banyak fungsi: taman bermain, tempat duduk, dan spot selfie. Terletak di pusat kota, taman ini jadi titik pertemuan masyarakat lintas usia.
3. Alun-alun Surabaya
Bawah tanah, modern, sejuk, dan bersih. Inovasi luar biasa yang memaksimalkan ruang urban. Cocok jadi contoh bagaimana arsitektur bisa adaptif terhadap keterbatasan lahan.
Proyek-proyek seperti ini menunjukkan bahwa desain publik bisa membentuk karakter kota dan gaya hidup penghuninya.
Interaksi Sosial dan Peran Ruang Publik
Aku pernah mengamati satu fenomena menarik: di ruang publik yang nyaman, orang cenderung lebih ramah. Mereka menyapa, saling tersenyum, anak-anak bermain tanpa takut, dan kelompok usia berbeda bisa berbagi tempat yang sama.
Sebaliknya, di ruang publik yang kacau—berisik, panas, atau minim fasilitas—orang cenderung cepat berlalu, menutup diri, dan menjaga jarak.
Ruang publik memberi kita kesempatan untuk bertemu tanpa harus bersosialisasi penuh. Ini penting untuk menciptakan “kebersamaan tanpa paksaan”. Dan itu semua dimulai dari desain ruang yang menyambut.
Ruang Publik dan Kesehatan Mental
Nggak banyak yang sadar bahwa keberadaan ruang publik punya dampak langsung ke kesehatan mental.
-
Jalan di bawah pohon selama 20 menit bisa menurunkan stres
-
Duduk santai di taman meningkatkan serotonin
-
Melihat air dan elemen alami menenangkan amigdala di otak
-
Berkumpul dengan komunitas di luar rumah mengurangi rasa kesepian
Aku pernah menjalani masa sulit saat pandemi, dan salah satu penyelamatku adalah jalan pagi di taman kompleks. Meski cuma muter 15 menit, rasanya seperti terapi. Karena alam, ruang terbuka, dan kebersamaan adalah obat alami bagi pikiran lelah.
Menuju Ruang Publik yang Inklusif dan Berkelanjutan
Ke depan, tantangan ruang publik bukan cuma soal estetika dan fungsi, tapi juga keberlanjutan dan keterlibatan masyarakat.
-
Gunakan material lokal dan ramah lingkungan
-
Libatkan warga dalam proses desain dan perawatan
-
Buat ruang yang fleksibel: bisa jadi pasar, pertunjukan, atau area baca
-
Sertakan fasilitas untuk penyandang disabilitas
-
Jadikan ruang publik sebagai “ruang belajar sosial”
Ruang publik bukan tanggung jawab arsitek saja, tapi juga pemerintah, komunitas, dan kita sebagai pengguna.
Penutup: Mari Menjadi Penjaga dan Pemakai yang Baik
Ruang publik bukan ruang milik pemerintah. Ia milik kita semua. Maka tugas kita adalah menjaga, merawat, dan memanfaatkannya secara bijak.
Sebagai arsitek, aku percaya desain bisa menyentuh hati dan membentuk cara kita hidup. Tapi desain yang benar-benar sukses adalah yang membuat orang merasa diterima.
Mari kita perjuangkan lebih banyak ruang publik yang nyaman, inklusif, dan ramah sosial. Karena kota yang baik bukan kota yang penuh gedung tinggi, tapi kota yang punya banyak ruang untuk warganya saling menyapa.
Main lego versi jumbo padahal lagi bangun rumah, coba lihat: Desain Rumah Modular: Solusi Hunian Fleksibel dan Efisien